KATA PENGANTAR
Dewasa
ini ilmu pengetahuan telah berkambang pesat, terutama di bidang teknologi. Demikian
juga dengan ilmu-ilmu social tidak mau ditinggalkan oleh ilmu-ilmu lainnya.
Salah satunya adalah cabang dari ilmu social tersebut yaitu Sosiologi Pendidikan,
dimana ilmu ini masih belum dewasa (baca:masih sangat muda), tentunya masih
perlu banyak penggalian serta pembinaan
disiplin ilmu ini, tentunya yang terutama di lingkungan akademis.
Untuk
itu dalam proses penggalian serta pembinaan ilmu Sosiologi Pendidikan ini, maka
kami berusaha untuk menyusun sebuah makalah tentang Sosiologi Pendidikan yang
berjudul “Hirarki Kekuasaan Birokrasi
Pendidikan”.
Namun
kami mohon maaf, bila dalam penyusunan makalah ini, ternyata masih jauh dari
ideal. Tentunya itu semua karena keterbatasan serta kendala lainnya yang
membuat kami selaku manusia biasa makin terlihat bodoh karena luasnya ilmu di
semesta ini.Maka kami sangat menanti kritik dan saran dari dosen dan sahabat
tercinta.
Akhir
kata kami khususkan ucapan syukur kami kepada Yang Maha Luas Ilmunya, yaitu
Allah SWT, serta pada teladan hidup kami Nabi Muhammad SAW. Dan pada kedua
orangtua kami yang sangat kami cintai.
Semoga
apa yang kami ikhtiarkan dalam proses penggalian ilmu Sosiologi Pendidikan ini dapat menjadi manfaat bagi siapa saja.
Salam,
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Hampir
sepuluh tahun setelah Indonesia memasuki era “reformasi” (pascakepemimpinan
Soeharto), negara ini tetap belum mampu membangun sebuah tata kelola
pemerintahan yang baik, yang menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya
dan mampu meredam ambisi pribadi para pengelolanya.Kekuatan birokrasi Indonesia
sebetulnya bisa menjadi mesin penggerak yang luar biasa apabila mampu
didayagunakan untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Namun, yang saat ini
terjadi justru sebaliknya.
Birokrasi
Indonesia —sebut
saja sekitar 3,6 juta pegawai negeri di luar polisi dan militer—justru menjadi
beban negara. Sampai-sampai pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan zero
growth untuk mengurangi kemubaziran tenaga pemerintah di instansi-instansi
sipil.Mengapa birokrasi kita tak mampu menjadi sebuah kekuatan pengubah? Bisa
jadi karena pemerintah memang tak memiliki visi kepemimpinan maupun grand
design untuk melakukan reformasi.
Belum
lagi struktur kepegawaian sipil di Indonesia begitu “gemuk”. Terdiri dari lima eselon (tertinggi
eselon 1), empat golongan (tertinggi golongan IV), Begitu juga birokrasi dalam
pendidikan belum mampu memberikan konstribusi yang berarti bagi peningkatan
mutu pendidikan. Dalam makalah ini ingin dikaji tentang hakikat birokrasi
pendidikan (aspek ontologi) yang mungkin bisa mengurai benang kusut birokrasi
pendidikan.
ASUMSI DASAR
Dalam
dunia pendidikan, sebuah organisasi sangat diperlukan dalam rangka memperlancar
fungsi dan proses pendidikan. Dalam menjalankan fungsi organisasi pendidikan
tidaklah dapat dipisahkan dengan birokrasi. Pada dasarnya, birokrasi ini
hakikatnya adalah salah satu perangkat yang fungsinya untuk memudahkan
pelayanan publik. Birokrasi digunakan untuk dapat membantu mempermudah dalam
memberikan layanan pendidikan yang pasti akan mempengaruhi dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan. Birokrasi merupakan instrumen pembangunan
pendidikan. Kekuatan birokrasi Indonesia
sebetulnya bisa menjadi mesin penggerak yang luar biasa apabila mampu
didayagunakan untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Jika birokrasi dijalankan
dengan benar, konsisten dan bertanggungjawab, maka kualitas pendidikan akan
maju. Singapura, Hongkong , Malaysia dan Thailand merupakan contoh nyata
negara yang menerapkan birokrasi dengan baik, sehingga pendidikan mereka
mempunyai kualitas lebih baik dikarenakan birokrasinya yang profesional, tegas
dan efisien.
Namun
terdapat gejala atau fakta yang menunjukkan bahwa birokrasi tidak mampu
memberikan layanan yang baik kepada pelanggan pendidikan. Hal ini dapat dilihat
dari fakta-fakta berikut ini :
1. Adanya
keterlambatan dalam mensosialisasikan tentang perubahan kurikulum.
2. Menurut
laporan banyaknya pungutan liar pada instutusi pendidikan yang bermula dari
birokrasi yang salah.
3.
Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara birokratik-sentralistik;(Husaini
Usman, 2002)
4. Pembayaran
tunjangan guru yang lamban dikarenakan rumitnya birokrasi
5. TV trans7
memberitakan bahwa keterlambatan penerbitan ijazah SD s/d SLTA disinyalir
karena birokrasi yang lamban.
6. Menurut
penelitian ditemukan bahwa birokrasi pendidikan ternyata mengidap patologis
yang tingkat keparahannya cukup memprihatinkan. Paling tidak dalam penelitian
tersebut ditemukan empat jenis penyakit
1) rigiditas
pelayanan,
2) pungutan
birokrasi,
3) formalitas
aktivitas birokrasi, dan
4) sikap
instruktif aparat. (Sugeng Bayu Wahyono (1997:11-12)
Jajak
pendapat Kompas 16-17 Maret 2005 menyimpulkan bahwa mentalitas birokrasi yang
dilumuri KKN rupanya masih melekat dimata publik setiap kali berhadapan dengan
aparatur pemerintah dan cara kerja mereka yang lambat dan berbelit-belit serta
berbiaya tinggi. Anggapan negatif menemukan aktualisasinya pada keefektifan dan
ketidakefienan mereka dalam melayani masyarakat. (Kompas g,2005:50).
BAB II
PENGERTIAN BIROKRASI PENDIDIKAN
A. ARTI BIROKRASI
Birokrasi
berasal dari bahasa Prancis “bureau” yang berarti meja. Pengertian meja ini
berkembang menjadi kekuasaan yang diwenangkan kepada meja kantor. Dalam kamus
bahasa Indonesia ,
birokrasi mempunyai 3 (tiga) arti
(1) Pemerintahan
yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat (2) Cara
pemerintahan yang dikuasai oleh pegawai negeri
(3) Cara bekerja
atau susunan pekerjaan yang serba lambat (WJS. Purwadaminta, 2007:164)
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa birokrasi selalu identik dengan
pegawai negeri yang kerjanya lamban, bertele-tele dan berliku-liku dalam
memberikan layanan.
Sementara itu
birokrasi menurut Weber memiliki 6 pokok:
1. Dalam organisasi
ada pembagian tugas dan spesialisasi
2. Hubungan
dalam organisasi bersifat impersonal
3. Dalam
organisasi ada hiearki wewenang, dimana yang rendah patuh kepada perintah yang lebih tinggi.
4. Administrasi
selalu dilaksananakan dengan dokumen tertulis.
5. Orientasi
pengembangan pegawai adalah pengembangan karir yang berarti keahlian merupakan
ktiteria utama yang diterima atau ditolaknya seseorang sebagai suatu organisasi
dan berlaku pula untuk mempromosikannnya.
6. Untuk
mendapatkan efisiensi maksimal, setiap tindakan yang diambil harus selalu
dikaitkan dengan besarnya sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi,
Selanjutnya dari
enam pokok tersebut diatas, Weber membagi birokrasi dalam 2 tipe;
1. Organisasi
karismatik, organisasi yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang memiliki
pengaruh pribadi yang sangat besar bagi anggotanya.
2. Organisasi
tradisional, organisasi yang pemimpinnya diangkat berdasarkan warisan.
Dalam
mengambil keputusan, Weber berpendapat bahwa keputusan yang diambil harus menghindari
penggunaan emosi dan perasaan suka atau tidak suka. Birokrasi menurutnya adalah
usaha untuk menghilangkan tradisi organisasi yang membuat keputusan secara
emosional atau berdasarkan ikatan kekeluargaan yang dapat menyebabkan
organisasi tidak efektif dan efisien serta tidak sehat.
Dilihat
dari berbagai teori tentang birokrasi yang dikemukakan Weber, dapat diambil
kesimpulan bahwa kelebihan birokrasi Weber antara lain :
1. Cocok dengan
budaya Indonesia
yang paternalistik
2. dapat
menstabilkan kesatuan dan persatuan bangsa
3. ketepatan,
kejelasan, kontinuitas, keseragaman memudahkan kontrol dan kepatuhan pegawai.
Namun
dibalik kelebihan tersebut diatas terdapat pula kelemahan dari birokrasi Weber
1. merangsang
berpikir mengutamakan konformitas
2. merupakan
rutinitas yang membosankan
3. ide-ide
inovatif tidak sampai kepada pengambilan keputusan karena panjangnya jalur
komunikasi
4. tidak
memperhitungkan organisasi nonformal yang seringkali lebih berpengaruh kepada
organisasi formal.
5. dijalankan
secara berlebihan sehingga terjadi over bureaucratization
6. kecendrungan
menjadi parkinsonian, yaitu terlalu banyak aturan yang berbelit-belit
(simpul-simpul birokrasi) yang diatur oleh orang-orang yang menjadikan
simpul-simpul birokrasi untuk menyelewengkan wewenang
7. kecendrungan
menjadi orwelian, yaitu keinginan birokrasi mencampuri (turut melaksanakan)
bukan mengendalikan urusan.
Menurut
Husaini birokrasi berkembang secara berlebihan karena :
1. Lemahnya
kontrol
2. Ambisi
berlebihan untuk menambah pemasukan daerah
3. adanya unjuk
kekuasaan pejabat bahwa dirinya harus diangggap penting, sehingga segala
sesuatunya harus melalui persetujuannya
4. Memang
dikondisikan untuk membuka peluang pungutan liar, kolusi, dan korupsi.
B. ARTI
BIROKRASI PENDIDIKAN
Sebelum
masuk pada pengertian birokrasi pendidikan, alangkah baiknya diluas pengertian
pendidikan. Pendidikan dalam arti luas adalah segala kegiatan pembelajaran yang
berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan
berlangsung disegala jenis, bentuk dan tingkat lingkungan hidup yang kemudian
mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada dalam diri individu.
Dengan kegiatan pembelajaran seperti itu,
individu mampu mengubah dan mengembangkan diri menjadi semakin dewasa, cerdas
dan matang. Jadi singkatnya, pendidikan merupakan system proses perubahan
menuju pendewasaan, pencerdasan dan pematangan diri. Pada dasarnya pendidikan
adalah wajib bagi siapa saja dan kapan saja dan dimana saja, karena menjadi
dewasa, cerdas dan matang adalah hak asasi manusia pada umumnya.
Sedangkan
dalam arti sempit, pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar yang
direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara terjadwal dalam
system pengawasan dan diberikan evaluasi berdasar pada tujuan yang telah
ditentukan. Kegiatan belajar seperti itu dilaksanakan didalam lembaga
pendidikan sekolah. Tujuan utamanya adalah pengembangan potensi intelektual
dalam bentuk penguasaan bidang ilmu khusus dan kecakapan merakit system
tekhnologi.
Dari
pendekatan dikotomis antara arti luas dan dan arti sempit, muncul pemikiran
alternative. Secara alternative, pelaku pendidikan adalah keluarga, masyarakat,
dan sekolah (dibawah otoritas pemerintah) dalam suatu sistem integral yang
disebut tripartite pendidikan. Fungsi dan peran tripartit pendidikan adalah
menjembatani pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan pendidikan masyarakat
luas. Tujuannya, agar aspirasi pendidikan yang tumbuh dari setiap keluarga
dapat dikembangkan didalam kegiatan pendidikan sekolah, untuk kemudian dapat
diimplementasikan didalam kehidupan masyarakat luas.
Sementara
itu birokrasi pendidikan yang dimaksud disini adalah penggunaan praktik-praktik
birokrasi dalam pendidikan. Banyak persoalan yang seharusnya bisa diselesaikan
dengan segera menjadi berlarut-larut karna rumitnya birokrasi contoh kasus
tentang usulan perbaikan dan perawatan sarana dan prasarana serta perlengkapan pendidikan
yang diajukan oleh sekolah kepada pemerintah bahkan diajuka¬n setiap tahun,
namun tidak ada respon dan penyelesaian yang memadai dari birokrasi pemerintah
daerah di provinsi dan kabupaten/kota maupun pemerintah pusat. Kondisi objektif
ini menunjukkan bahwa sistem sentralistik kebijakan pendidikan, penentuan
alokasi anggaran yang selama ini terjadi, meskipun sudah dilakukan kebijakan
desentralisasi pemerintahan, bagi sekolah pola sentralistik dari sekolah ke
pemerintah daerah masih berjalan.
PP
No. 38 tahun 1992 masih berlaku hingga kini, dan dalam PP tersebut tidak
dinyatakan bahwa Kantor Departemen Pendidikan maupun Dinas Pendidikan di
Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai institusi pendidikan yang diurus atas dasar
profesionalisme kependidikan, kemudian persyaratan para pimpinan : pejabatnya
juga bukan berlatar belakang tenaga kependidikan.
Hal
yang sama dalam Pasal 1 Ayat 10 UUSPN No. 20 tahun 2003 mengatatakan bahwa
satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada jenjang dan jenis
pendidikan Hal ini berarti Dinas Pendidikan di Provinsi dan Kabupaten/Kota
merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah. Oleh karena itu persyaratan pejabat
yang ada pada lingkungan Dinas Pendidikan adalah persyaratan pengangkatan
jabatan pada Pemerintah Daerah yaitu pengangkatan personal yang menduduki
jabatan pada Dinas Pendidikan pada umumnya atas dasar golongan kepangkatan,
pendidikan kedinasan eselon jabatan sebelumnya, dan DP3 terakhir bukan atas
dasar profesionalitas pendidikan dalam arti berijazah pendidikan dan
pengalamannya dalam bidang pengelolaan pendidikan.
Pernyataan
ini diperjelas oleh PP No. 38 tahun 1992 Pasal 4 Ayat 1 mengatakan hirarki yang
diberlakukan untuk tenaga pendidik di masing-masing satuan pendidikan
didasarkan atas dasar wewenang dan tanggung jawab dalam kegiatan belajar
mengajar, Ayat 2 mengatakan hirarki yang diberlakukan untuk tenaga kependidikan
yang bukan tenaga pendidik didasarkan pada pengaturan wewenang dan tanggung
jawab dalam bidang pekerjaan masing-masing. Penempatan dan formasi bagi tenaga
kependidikan pada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tidak jelas atau
kabur.
C. SEKOLAH DALAM BIROKRASI PEMERINTAH
Rendahnya
biaya pendidikan yang disediakan negara pada negara berkembang menjadi alasan
klasik rendahnya kemampuan pemerintah mendukung penyelenggaraan pendidikan yang
memenuhi kebutuhan sekolah yang sangat mempengaruhi kualitas pendidikan. Hal
inilah yang membedakan kualitas pendidikan pada negara berkembang dengan negara
maju (Fangerlind, I dan Saha, L. J., 1983).
Dunia
pendidikan kita telah terpuruk. Pendidikan telah mendapat perhatian yang tinggi
dari para birokrasi pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Tetapi perhatian
itu hanya berbentuk sloganisme, secara faktual fasilitas dan sarana pendidikan
memburuk, kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan rendah yaitu hanya mampu
memenuhi kebutuhan dan pangan tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan
anak¬-anaknya dan kesehatan keluarganya. Jika hanya mengandalkan gaji dari
guru, fasilitas pembelajaran tidak memadai, penerapan strategi belajar mengajar
di kelas tidak memadai (monoton), dan kualitas lulusan seadanya saja tidak
mempunyai daya saing yang memadai.
Sebagai
implikasinya bagi generasi muda potensial memandang jabatan guru dan tenaga
kependidikan adalah lahan kering, tidak memberikan jaminan kesejahteraan. Oleh
karena itu generasi yang merasa memiliki kemampuan dan kecerdasan yang memadai
tidak memilih jabatan guru atau tenaga kependidikan sebagai pilihan. Hal ini
menggambarkan kemerosotan kualitas sumber daya manusia pendidikan yang cukup
memprihatinkan. Dewasa ini satuan pendidikan atau sekolah pada semua jenjang
dan jenis dihadapkan pada persaingan mutu yang ketat dan manajemen sekolah yang
kompleks, sehingga pemahaman yang akurat tentang tujuan serta metode oleh
setiap kepala sekolah untuk mencapai tujuan amat vital.
Namun
dilihat dari posisi kepala sekolah di hadapan birokrasi pemerintahan seperti
birokrasi Dinas Pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota, birokrasi ini tidak
banyak memberi dorongan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Pendekatan
yang dilakukan pendekatan birokrasi antara bawahan dan atasan. Berbagai hasil
penelitian menunjukkan para birokrat pendidikan pada pemerintah daerah tersebut
menempatkan diri sebagai atasan yang dipandang dapat mengambil kebijakan yang
mengancam posisi kepala sekolah.
Kepala
sekolah dapat saja diusulkan oleh kepala dinas kepada bupati/walikota untuk
diganti dalam waktu-waktu yang mengejutkan kepala sekolah. Kondisi demikian
menjadikan kepala sekolah pada posisi yang gamang, tidak dapat melaksanakan
tugas dengan optimal, tidak ada jaminan programnya menjadi perhatian memadai
dinas pendidikan maupun pemerintah daerah di mana sekolah itu berada. Birokrasi
tersebut cenderung memperlakukan kepala sekolah hanya sebagai unit kerja
mereka, bukan dipandang sebagai pemimpin institusi profesional kependidikan
yang memiliki otonomi atas dasar profesional tersebut. Perlakuan birokrasi yang
demikian ini terhadap kepala sekolah tentu saja berkontribusi positif terhadap
rendahnya mutu dan martabai pendidikan, bahkan menjadi salah satu penyebab
rendahnya kualitas sumberdaya manusia Indonesia . Perilaku birokrat yang
sangat mempersempit ruang profesional kepala sekolah dan para guru serta tenaga
kependidikan lainnya yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
pembelajaran.
Meskipun
demikian, tentu saja ada birokrat pendidikan dan kepala dinas pendidikan yang
visioner dan memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan pendidikan dan juga
memperhatikan serta mempertahankan kepala sekolah yang menunjukkan kinerja yang
berkualitas. Tetapi kita tidak dapat menunjukkan seberapa banyak birokrat
pendidikan dan kepala dinas yang visioner.
D. STRUKTUR ORGANISASI BIROKRASI
PENDIDIKAN
Susunan
Organisasi Dinas Pendidikan, terdiri dari :
Kepala
Dinas.
Wakil
Kepala Dinas.
Bagian
Tata Usaha, terdiri dari :
-Sub
Bagian Umum.
-Sub
Bagian Keuangan.
-Sub
Bagian Kepegawaian.
-Sub
Bagian Organisasi dan Hukum.
-Sub
Dinas Bina Program, terdiri dari :
§
Seksi Penyusunan Program.
§
Seksi Pengumpulan, Pengolahan data dan
Pelaporan.
§
Seksi Monotoring dan Evaluasi.
-Sub
Dinas Pendidikan Dasar dan Pendidikan Luar Biasa, terdiri dari :
§
Seksi Pembinaan Siswa.
§
Seksi Kurikulum.
§
Seksi Tenaga Guru.
§
Seksi Sarana.
-Sub
Dinas Pendidikan Menengah Umum, terdiri dari :
§
Seksi Pembinaan Siswa.
§
Seksi Kurikulum.
§
Seksi Tenaga Guru.
§
Seksi Sarana.
-Sub
Dinas Pendidikan Menengah Kejuruan, terdiri dari :
§
Seksi Pembinaan Siswa.
§
Seksi Kurikulum.
§
Seksi Tenaga Guru.
§
Seksi Sarana.
-Sub
Dinas Pendidikan Tinggi, terdiri dari :
§
Seksi Pembinaan Mahasiswa.
§
Seksi Kurikulum.
§
Seksi Tenaga Akademis.
§
Seksi Akreditas.
-Sub
Dinas Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Luar Biasa:
§
Seksi Kurikulum.
§
Seksi Pelatihan Tenaga Guru.
§
Seksi Fasilitas Pendidikan Luar Sekolah dan
Pendidikan Luar Biasa.
§
Seksi Pemberdayaan Masyarakat.
-Sub
Dinas Pengembangan Tenaga Kependidikan, terdiri dari :
§
Seksi Pendidikan dan Latihan.
§
Seksi Evaluasi Kinerja Tenaga Kependidikan.
§
Seksi Mutasi Tenaga Kependidikan.
§
Seksi Pembinaan aparatur dan Pemberian
Penghargaan.
KESIMPULAN
1. Pada dasarnya, birokrasi ini hakikatnya adalah salah satu perangkat
yang fungsinya untuk memudahkan
pelayanan publik. Birokrasi pendidikan diharapkan dapat mempercepat peningkatan
mutu pendidikan.
2. Namun, fakta yang berbicara adalah birokrasi selalu saja hanya sebatas
propaganda yang bersifat “melayani”, memudahkan hubungan antarwarga dan
hubungan warga dengan negara.Yang sungguh sangat ironis lagi, birokrasi telah
menjadi alat kontrol negara serta menjadi mesin penyedot uang bagi negara dan
sekelompok oknum di dalamnya, atau dengan kata lain birokrasi justru menjadi
“raja zalim” yang harus selalu “diabdi dan dilayani”.
3. Birokrasi akan berjalan efektif, jika strukturnya ramping. Namun
sebaliknya, jika strukturnya gemuk, maka pelayanannya akan semakin lambat,
bertele-tele dan tidak profesional.
DAFTAR PUSTAKA
v
WJS. Poerwadarminta, 2007, Kamus Umum Bahasa
Indonesi, Jakarta :
Balai Pustaka
v
Sagala, Syaiful. 2007. Manajemen Strategik dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung :
Alfabeta.
v
Suhartono Suparlan. (2007). Filsafat Pendidikan.
Yogyakarta : Ar ruzz Media.
v
Tilaar, H. A. R. 2003. Manajemen Pendidikan
Nasional. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
v
Tony Bush & Marianne Coleman. 2008.
Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan. Yogyakarta :
Ircisod.
v
Usman, Husaini. 2006. Manajemen, Teori, Praktik,
dan Riset Pendidikan. Jakarta :
Bumi Aksara.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN : Drs. H.
TARONI HIA
Wakil Kepala Dinas Pendidikan :
Drs. Mangasi Lumbanraja
Kabag Tata Usaha : Drs. Delta
Pasaribu
Kasubdis Bina Program : Dra.
Rosmawati Nadeak, M.Pd
Kasubdis Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Luar Biasa : Drs. H. Ali Akbar Simamora
Kasubdis Pendidikan Menengah Umum
: Drs. Bahauddin Manik
Kasubdis Pendidikan Menengah
Kejuruan : Drs. HME. Pakpahan, MM
Kasubdis Pendidikan Luar Sekolah
: Drs. H. Ibnu Saud Nasution
Kasubdis Pendidikan Tinggi :
Hermansyur, SE., MSi
Kasubdis Tenaga Kependidikan :
Maju Siregar, SH., MM
Kepala BLPT ( Balai Latihan
Pendidikan Teknik ) : Drs. Mahdi Ibrahim, MM
Kepala Sekolah Luar Biasa : Drs.
Djawak Ginting
Kasubbag Keuangan pada bagian
Tata Usaha : Fachruddin Efendi Lubis, SE
Kasubbag Kepegawaian pada bagian
Tata Usaha :
Kasubbag Organisasi dan Hukum
pada bagian Tata Usaha : Ratnawati Pane, SH
Kasi Penyusunan Program : Luhut Siregar, SE (Plt)
Kasi Pengumpulan / Pengolahan
data dan Pelaporan pada SBP : Drs. Luthfy Hendry
Kasi Monitoring dan Evaluasi pada
SBP :
Kasi Pembinaan Kesiswaan pada
Subdis TK, P. Dasar dan PLB : Drs. Marsanto
Kasi Kurikulum pada Subdis TK, P.
Dasar dan PLB :
Kasi Pembinaan Tenaga Guru pada
Subdis TK, P. Dasar dan PLB : Dra. Hj. Siti Kholijah Siregar
Kasi Sarana pada Subdis TK, P.
Dasar dan PLB : Drs. Bahrizal
Kasi Pembinaan Tenaga Guru Pada
Subdinas PMU : Dra. Hj. Hariyati Ellida
Kasi Sarana pada Subdinas PMU :
Drs. Basrin Siregar
Kasi Pembinaan Kesiswaan Pada
Subdinas PMK : Drs. Hj. Sukmawati
Kasi Kurikulum pada Subdinas PMK
: Dra. Yuniar
Kasi Sarana pada Subdinas PMK :
Dra. Latifah Hanum Daulay
Kasi Pembinaan Mahasiswa pada
Subdinas Pendidikan Tinggi : Afifuddin Harahap, SH
Kasi Tenaga Akademis pada
Subdinas Pendidikan Tinggi : Drs. Nasrun
Kasi Akreditasi pada Subdinas
Pendidikan Tinggi : Drs. Sokhizoro Laia
Kasi Kurikulum pada Subdis PLS :
Dra. Masdewani
Kasi Tenaga dan Pelatihan pada
Subdis PLS : Dra. Ida Bintang Sibuea
Kasi Evaluasi Kinerja Tenaga
Kependidikan pada Subdis PTK : Drs. Ikwan Faizan Nasution
Kasi Mutasi Tenaga Kependidikan
pada Subdis PTK : Mucklis, SH
Kasi Pembinaan Aparatur dan
Pemberian Penghargaan Subdis PTK : Irmawati Kesuma, SH
Kasi Tata Usaha pada BLPT : Drs.
Apol Sidouruk
Kasi Elektronika pada BLPT : Drs.
Nogar Silitongan MT
Kasi Listrik pada BLPT : Drs.
Bistok Tambunan
Organisasi
Secara struktural, Persyarikatan
menjalankan program-programnya melalui divisi-divisi yang secara terus menerus
menyesuaikan diri dengan mekanisme organisasi dan ketersediaan sumber daya
manusia sesuai kebutuhan program.
Struktur organisasi Persyarikatan
adalah sebagai berikut:
Dewan Anggota
Presiden
Sekretaris Umum
Direktur Bidang Pusat Sumberdaya
Direktur Bidang Jaringan dan
Advokasi
Direktur Bidang Pengembangan
Kapasitas
Di luar struktur tersebut,
Sekolah Rakyat mempunyai relawan-relawan yang tersebar di desa-desa terutama di
Kecamatan Limbangan, kecamatan Boja, kecamatan Singorojo, dan
kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Kendal. Mereka disebut sebagai Sahabat
Rakyat.
Susunan Organisasi saat ini
adalah:
Presiden: Widi Heriyanto
Bidang Pusat Sumberdaya: Khusnul
Khotimah
Bidang Jaringan dan Advokasi:
Buchori
Bidang Pengembangan Kapasitas:
Suhaimi Andy Muryanto
Sedangkan Pelaksana Program
2008-2009 adalah: Program Konservasi Alam:
Endri Priyanto
Khamndikin
Muhammad Nurrodin
Program Gender Budget:
Arifin Al Indandit
Ali Roziqin Ridlo
Sri Anna
Program Keterbukaan Informasi
Publik:
Rusmawardi
Ahmad Zaenur Rochim
Ardiansyah
Manajemen dan Keuangan:
Andy MSE
Solichun Firmansyah
Office Manager Limbangan:
Abdul Ghafur
DAFTAR PUSTAKA
WJS. Poerwadarminta, 2007, Kamus Umum Bahasa Indonesi, Jakarta : Balai Pustaka
Sagala, Syaiful. 2007. Manajemen Strategik dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan. Bandung :
Alfabeta.
Suhartono Suparlan. (2007). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta : Ar ruzz Media.
Tilaar, H. A. R. 2003. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Tony Bush & Marianne Coleman. 2008. Manajemen Strategis
Kepemimpinan Pendidikan. Yogyakarta : Ircisod.
Usman, Husaini. 2006. Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset
Pendidikan. Jakarta :
Bumi Aksara.
A. Pendahuluan
Setiap manusia tidak terlepas dari kehidupan sekelilingnya,
karena memang manusia adalah mahluk yang berkumpul. Manusia tidak bisa hidup
tanpa bantuan orang lain.Itulah sebabnya kita tidak perlu heran manakala
manusia dimuka bumi ini senang membuat organisasi, baik itu organisasi politik
maupun organisasi sosial lainnya. Organisasi merupakan elemen yang amat
diperlukan di dalam kehidupan manusia. Organisasi membantu kita melaksanakan
hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh
individu. Oleh karena itu ada baiknya dipahami pengertian organisasi oleh para
pakar yaitu:
" Organization is a system. A set of objects together
with relationships between the objects and between their attributes" (
A.D. Hall, R.E fagen in Winardi)
" Organization is systems are complexes of elements
standing in interaction" (Ludwig Von Bertalanffy in Winardi).
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
organisasi adalah sebuah system yang merupakan suatu keseluruhan, yang terdiri
dari aneka macam komponen (subsistem) yang saling berinteraksi satu sama lain
dalam rangka upaya untuk pencapaian sasaran-sasaran system yang bersangkutan.
B. Variabel-variabel Organisasi
1) Structure Of Organization ( Struktur Organisasi)
Struktur keorganisasian (organizational structure) dapat
dirumuskan sebagai pengaturan dan antar hubungan bagian-bagian komponen dan
posisi-posisi suatu perusahaan (stoner, et.al.,1989:264 dalam Winardi).
Selanjutnya dapat dikatakan bahwa struktur suatu organisasi
menspesifikasi aktifitas-aktifitas kerja. Ditunjukkan pula olehnya bagaimana
berbagai fungsi atau aktifitas-aktifitas yang berbeda berkaitan satu sama lain.
Hingga tingkat tertentu, ia juga menunjukkan tingkat spesialisasi
aktifitas-aktifitas pekerjaan. Juga ditunjukkan olehnya, hierarki organisasi
yang bersangkutan, struktur otoritas, dan hubungan-hubungan atasan- bawahan
(miles, 1980:7 dalam Winardi).
Secara ringkas, dalam setiap pekerjaan akan muncul pembagian
kerja. Setiap pembagian kerja akan muncul koordinasi kerja dan setiap
koordinasi kerja akan timbul pembagian kekuasaan. Dengan demikian, secara
filosofis struktur orgaisasi tidak lain adalah 'cetak biru' atau 'Kerangka
bangunan' formal tentang pembagian kerja (division of work) dan pembagian
kekuasaan (division of authority) serta koordinasi kerja yang memungkinkan
terjadinya aliran informasi dan komunikasi yang efisien dan proses pengambilan
keputusan yang cepat (Mintzberg, 1979, p.2; Andersen, 2002 dalam http://organisasi.org/).
Struktur organisasi menggambarkan pula pola hubungan antar
pihak internal (eksekutif, manajer dan pekerja) dan pola hubungan antara pihak
internal dengan pihak eksternal (para konstituen organisasi) (Bolman and Deal,
1997, p. 38 dalam http://organisasi.org/). Di dalam pola hubungan antar pihak
internal selalu disertai dengan munculnya hirarki organisasi (Andersen, 2000
dalam http://organisasi.org/). Oleh karena itu hirarki organisasi seperti
halnya pembagian kerja, merupakan bagian dari struktur organisasi yang tidak
bisa dihindarkan. Yang barangkali harus disadari adalah hirarkhi harus
dibedakan dengan birokrasi karena keduanya memiliki pengertian yang berbeda.
Tidak selamanya yang hirarkhis selalu birokratis
Taksonomi Struktur Organisasi
Struktur organisasi biasanya direflesikan ke dalam peta
organisasi (organization chart) yang secara visual digambarkan dalam bentuk
kotak dan garis. Richard Daft (1992, p.179 dalam http://organisasi.org/)
misalnya mengatakan bahwa organization chart merupakan representasi yang kasat
mata yang menggambarkan semua kegiatan dan proses aktivitas yang terjadi
didalam sebuah organisasi. Secara taksonomis peta organisasi tersebut
menggambarkan 3 hal pokok: (1) tingkat spesialisasi atau kompleksitas organisasi,
(2) tingkat formalisasi organisasi dan (3) tingkat sentralisasi/desentralisasi
organisasi.
Spesialisasi atau kompleksitas organisasi dibedakan lebih
lanjut menjadi tiga bagian yakni: horizontal differentiation, vertical
differentiation dan spatial differentiation. Horizontal differentiation
menjelaskan seberapa banyak pekerjaan harus dilakukan oleh karyawan, tingkat
kebutuhan akan profesi dan spesialisasi karyawan, kebutuhan akan training dan
pendidikan karyawan dalam kaitannya dengan tugas dan pekerjaan yang harus
dilaksanakannya dan tingkat departementalisasi organisasi. Semakin banyak
pekerjaan, profesi dan spesialisasi, semakin banyak kebutuhan akan training
khusus dan semakin banyak departementalisasi maka akan semakin kompleks
organisasi tersebut.
Vertical differentiation berkaitan dengan banyaknya level/
tingkatan didalam organisasi. Semakin sedikit level organisasi maka semakin
lebar rentang kendali yang harus dijalankan seorang manajer. Sebaliknya semakin
banyak level organisasi semakin sempit rentang kendalinya. Sedangkan spatial
differentiation berkaitan dengan lokasi organisasi. Semakin jauh jarak antar
unit organisasi, departemen dan orang-orang yang bekerja didalamnya, organisasi
tersebut menjadi semakin kompleks.
Formalisasi organisasi berkaitan dengan tingkat standarisasi
pekerjaan yakni sejauh mana aktivitas organisasi dikerjakan berdasarkan
regulasi, aturan dan prosedur kerja. Demikian juga formalisasi menjelaskan
sejauhmana rutinitas sebuah pekerjaan. Walhasil, ide dasar formalisasi
organisasi adalah sejauhmana sebuah pekerjaan bisa dikelola dan dikendalikan.
Sentralisasi/desentralisasi menjelaskan kepada kita pada level mana keputusan
organisasi akan diambil, siapa yang memiliki otorisasi pengambilan keputusan,
siapa yang memiliki kekuasaan dan pada posisi mana keputusan akan dibuat.
Spesialisasi
Horizontal differentiation
Vertical differentiation
Spatial differentiation
. Banyaknya pekerjaan
. Kebutuhan profesi dan spesialisasi pekerjaan
. Training dan pendidikan
. Departementaslisasi
. Jumlah level organisasi
. Rentang kendali
. Banyaknya lokasi kegiatan yang terpisah
Formalisasi Standarisasi pekerjaan . Banyaknya pekerjaan
yang harus dilakukan berdasarkan regulasi, aturan dan prosedur kerja
. Banyaknya pekerjaan yang dikerjakan secara rutin
Sentralisasi/desentralisasi Level pengambilan keputusan
. Siapa yang berhak mengambil keputusan
. Pada level mana keputusan dibuat
Sumber: http://organisasi.org.
2) Organization Behavior ( Prilaku organisasi)
Perilaku Organisasi adalah telaah dan penerapan tentang
bagaimana orang-orang bertindak di dalam organisasi. Perilaku Organisasi adalah
sarana manusia bagi keuntungan manusia. Perilaku Organisasi dapat diterapkan
secara luas dalam perilaku orang-orang di semua jenis organisasi, seperti
bisnis, pemerintahaan, sekolah, dan organisasi jasa.
Dalam suatu unit organisasi, terutama unit organisasi yang
besar, dari manajemen sangat dibutuhkan dua hal yaitu komitmen moral dan
keterbukaan dalam komunikasi. Kedua hal tersebut dapat mewujudkan harapan
munculnya etika perilaku yang kuat, karena banyak pegawai yang tidak menyukai
perbuatan pimpinan yang kurang bermoral dan kurang terbuka dalam berkomunikasi.
Manajemen harus memperlihatkan kepada karyawan tentang adanya kesesuain antara
kata dengan perbuatan dan tidak memberikan tolerensi terhadap
perbuatan-perbuatan yang melanggar kaedah-kaedah etika organisasi yaitu dengan
diberikan sanksi hukuman yang jelas dan demikian pula sebaliknya terhadap
pegawai yang berprestasi dan bermoral baik diberikan penghargaan yang
proporsional. Adanya pelaksanaan hukuman dan penghargaan yang konsisten akan
memberikan nilai tambah bagi terciptanya suatu etika perilaku dan struktur
organisasi yang kuat. Pegawai akan merasakan diperlakukan secara adil dan
merasa bersyukur atas posisi yang diraihnya bilamana etika organisasi dapat
ditegakan secara konsisten oleh manajemen.
Pimpinan hendaknya menjadi sponsor utama dalam upaya
terciptanya semangat anti kecurangan yaitu dengan membangun suatu kultur
organisasi yang mengandung sistem nilai yang kuat dan berdasarkan
profesionalisme, integritas, kejujuran dan loyalitas yang tinggi untuk
mewujudkan visi dan misi organisasi. Kultur dan etika perilaku organisasi yang
dimiliki harus dapat mencerminkan nilai utama dari organisasi ( misi organisasi
) dan tuntunan bagi pegawai dalam membuat keputusan sesuai dengan kewenangan
yang mereka miliki dalam bekerja. Untuk lebih efektifnya etika dan aturan
perilaku dalam suatu organisasi harus dikomunikasikan kepada seluruh karyawan
dan dimengerti dengan baik. Secara bersama-sama manajemen dan karyawan harus
membangun suatu hal yang positif untuk berkembangnya rasa memiliki akan suatu
organisasi yang sehat yang ditopang oleh kultur yang kuat. Manajemen harus
membuat pernyataan yang jelas mengenai harapannya terhadap semua pegawai,
bagaimana harusnya bertingkah laku dan pemahaman terhadap visi dan misi
organisasi.
3) Organization Change ( Perubahan organsiasi)
Kesuksesan perubahan organisasi tidak hanya tergantung pada
kesuksesan implementasi elemen teknis tetapi juga pada kesuksesan dalam
mengatasi hambatan yang muncul pada tingkat individu sebagai suatu
ketidakpatuhan atau merupakan suatu reaksi negative terhadap perubahan.
Perubahan suatu organisasi bisa dilihat dari beberapa variabel yaitu:
a) adanya pergantian staff, adanya mutas tingkat lapisan
bawah (labour turn over). Sebuah organisasi yang ingin berkembang maka harus
memperhatikan pergantian staff sebagai langkah untuk menormalisasikan
organisasi. Karena organisasi yang tidak melakukan pergantian staff, maka besar
kemungkinan manajemen didalamnya tidak kondusif dan cendrung menerima apa
adanya.
b) Konflik organisasi (Organization conflict). Robbins (1996
dalam Juanita) dalam "Organization Behavior" menjelaskan bahwa
konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya
ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas
pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Sedang menurut Luthans dalam Juanita (1981) konflik adalah
kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan.
Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia.
c) Organization Growth (pertumbuhan organisasi). Tidak dapat
dipungkiri bahwa organisasi yang maju selalu mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan
itu indikasinya adalah adanya peningkatan produksi dan peningkatan kompetensi
staff.
d) Adminstration Succession (pergantian pimpinan). Sebuah
organisasi yang ingin maju maka idealnya melakukan pergantian pimpinan. Manfaat
dari adanya pegantian tersebut adalah untuk memberikan motivasi suasana baru
bagi pimpinan dan untuk menghindari adanya kolusi, korupsi dan nepostisme
terhadap organisasi.
e) Organization technology ( teknologi organisasi).
Organisasi yang memanfaatkan perkembanagan teknologi maka akan mengalami
perubahan. Perubahan itu bukan hanya terhadap kemampuan produksi tetapi juga
terhadap kinerja staff. Dengan memanfaatkan teknologi maka terjadi efesiensi
dan efektivitas kerja.
4) Organization Development ( Perkembangan organisasi).
Yang dimaksud dengan perkembangan organisasi (Organization
Development/OD) adalah usaha jangka panjang dalam meningkatkan proses
pembaharuan dan pemecahan masalah organisasi yang mendapat dukungan penuh dari
manajemen puncak (http://www.geocities.com/WallStreet/6759/od.html.
Pada dasarnya perkembangan organisasi merupakan suatu proses
sistematik dan terencana dengan menggunakan praksis maupun prinsip-prinsip ilmu
perilaku (psikologi) terapan dalam membawa organisasi menuju peningkatan
efektivitas dan kompetensi organisasi. Biasanya perkembangan organisasi
diselenggarakan melalui diagnosis dan manajemen kultur organisasi, dengan
penekanan pada tim kerja formal, tim temporer, dan kultur antar kelompok. Dalam
pelaksanaannya secara aktual, perkembangan organisasi seringkali memanfaatkan
jasa konsultan-fasilitator.
Tiga penyebab utama yang mengakibatkan organisasi memerlukan
perkembangan, yaitu:
1. Tingkat kompetisi yang makin tinggi di era globalisasi.
2. Kebutuhan akan peningkatan daya tahan organisasi.
3. Kebutuhan akan peningkatan kinerja organisasi.
Ketiga penyebab utama tersebut menuntut organisasi untuk
berubah/berkembang hingga memiliki lima
ciri organisasi unggul abad-21, yakni:
. Lebih cepat
. Sadar kualitas
. Keterlibatan karyawan tinggi
. Berorientasikan pelanggan
. Lebih ramping. (http://www.geocities.com)
5) Kesimpulan
Struktur organisasi menggambarkan pola hubungan antar pihak
internal (eksekutif, manajer dan pekerja) dan pola hubungan antara pihak
internal dengan pihak eksternal (para konstituen organisasi). Di dalam pola
hubungan antar pihak internal selalu disertai dengan munculnya hirarki
organisasi. Dalam struktur organsisasi terdapat tiga hal pokok yaitu:
kompleksitas organisasi, formalisasi organisasi dan sentralisasi.
Selanjutnya Perilaku Organisasi adalah telaah dan penerapan
tentang bagaimana orang-orang bertindak di dalam organisasi. Perilaku
organisasi berkaitan erat dengan struktur organaisasi. Dengan struktur
organisasi yang bagus disertai dengan implementasi yang optimal dari tiap
sistem di dalam struktur tersebut memungkinkan tiap individu untuk berperilaku
yang positif dalam artian mendukung pencapaian tujuan organisasi. Begitu pula
sebaliknya bilamana struktur oraganisasi tidak kondusif, maka perilaku orang -
orang yang ada dalam organisasi itu akan cendrung menimbulkan komplik.
Perubahan organisasi salah satu indikator penyebabnya adalah
koordinasi dalam setiap kegiatan dalam organisasi. Oleh karena itu arah dan
frekuensi kerja dan aliran informasi merupakan proses sentral yang
menghubungkan berbagai peran di dalam dan di antara komponen organisasi yang
kompleks. Oleh karena itu perubahan organisasi berkaitan erat dengan struktur
organisasi yang memainkan peran hirarki dan birokrasi di dalamnya. Begitu pula
sebaliknya perubahan organisasi mempengaruhi perilaku organisasi.
Perkembangan organisasi sering kali diikuti oleh perubahan
organisasi. Dan perubahan organisasi menimbulkan perilaku organisasi baik itu
terhadap tujuan -tujuan individu (individual purposes) maupun terhadap hubungan
kelompok dalam organisasi (group cohesion). Perkembangan organisasi karena
adanya kompetisi pasar ( level of market competition) , product innovation dan
technology. Sebagai akibat dari adanya kompetisi, temuan-temuan produksi baru
dan pemanfaatan teknologi menuntut sumber daya manusia yang bermutu. Sebagai
implikasinya akan mempengaruhi perubahan organisasi, struktur organisasi serta
perilaku organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar